Minggu, 27 Juli 2014

Komuni vs Ekaristi



Komuni adalah Ekaristi?
1. Pengantar
            Istilah Komuni Suci dipakai dalam Gereja Anglikan untuk menyebut keseluruhan perayaan ekaristi. Penerimaan Komuni menjadi inti penekanan dalam peristilahan tersebut.[1] Pada faktanya pemahaman bahwa tekanan utama dalam ekaristi adalah komuni  juga banyak dianut oleh umat beriman. Dalam pengalaman  bersama umat tidak jarang ditemui bahwa apabila seorang pelayan liturgi membawakan komuni maka umat akan memahaminya sebagai ekaristi dalam arti keseluruhan. Misa kita frater? Demikian pertanyaan umat yang melihat seorang frater yang membawakan komuni dalam perayaan sabda ke suatu stasi. Hal tersebut tentu kurang tepat! Pertanyaan tersebut mengindikasikan adanya pemahaman umat bahwa ekaristi adalah menerima komuni.
            Pemahaman yang kurang tepat tersebut mempengaruhi juga sikap umat dalam mengikuti ekaristi dewasa ini. Bermain handphone ketika perayaan sabda, pulang sebelum berkat atau sesudah komuni, bercerita ketika imam berkotbah dan sejumlah tindakan lain menjadi fenomena yang nyata di kalangan umat dalam mengikuti ekaristi. Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh pemahaman yang kurang tepat atas ekaristi. Ekaristi mungkin saja direduksi hanya sebatas komuni. Apa sebenarnya makna komuni? Bagaimana sebenarnya posisi komuni dalam Tata Perayaan Ekaristi (TPE)? Samakah komuni dengan ekaristi?

2. Komuni dalam Tata Perayaan Ekaristi
            Tata Perayaan Ekaristi terdiri dari 4 bagian, yakni ritus pembukaan, liturgi sabda, liturgi ekaristi dan ritus penutup. Keempat bagian ini merupakan satu kesatuan dengan penekanan masing-masing. Ekaristi mempunyai keempat struktur yang sama ini:                    1) berkumpul, 2) bercerita, 3) berbagi santapan dan 4) pengutusan. Ada tiga gerakan dalam bagian yang ketiga: 3a) Persiapan Persembahan, 3b) Doa Syukur Agung dan 3c) Ritus Komuni.[2]

2.1 Kita Berkumpul Bersama
Ketika kita berkumpul untuk merayakan Ekaristi, kita tidak sekedar berkumpul bersama di suatu tempat pada suatu waktu yang telah ditentukan. Ketika kita berkumpul bersama untuk merayakan Ekaristi, kita datang atas inisiatif Tuhan. Bapa memanggil umat-Nya berkumpul, dalam Roh Kudus, untuk membentuk Tubuh Putra. Panggilan Tuhan disuarakan lewat pelayan tertahbis yang oleh tahbisannya diberi wewenang oleh Gereja untuk berbicara atas nama Gereja (in persona ecclesiae). Inilah sebabnya mengapa imam berdoa dalam kata ganti orang pertama jamak, misalnya “Pada hari Minggu ini kami menghadap Dikau sehati-sejiwa…” sebab imam berbicara atas nama kita semua. Kita mengakui doa yang dipanjatkan imam sebagai doa kita sendiri dan menyatakan persetujuan kita dengan “Amin”.[3]
Dalam Ibadat Komuni, ketika kita dipanggil berkumpul bersama oleh seseorang yang tidak diberi wewenang untuk berbicara “atas nama Gereja”, kita berkumpul sebagai umat yang sederajat. Ekaristi menjadikan Gereja menjadi Gereja dengan suatu cara yang tidak dimiliki Ibadat Komuni. Ini adalah perbedaan yang sangat tak kentara, namun sangat penting. Mengatakan bahwa Ibadat Komuni adalah sekedar “Misa tanpa imam” dapat mengabaikan peran penting yang dimainkan jemaat dalam merayakan Ekaristi.[4]

2.2 Kita Menceritakan Kisah Kita
Jika Ibadat Komuni digambarkan sebagai “Misa tanpa imam”, maka perhatian kita terfokus pada kenyataan bahwa hanya imam yang mempunyai kuasa “untuk berbicara atas nama Kristus” guna mengkonsekrasikan roti dan anggur. Sama mengagumkannya dengan hal ini, imamat menyangkut jauh lebih banyak dari sekedar “kuasa mengkonsekrasikan”. Tugas utama dan terutama dari seorang imam adalah “mewartakan Injil”.[5] Pada umumnya, dalam suatu Ibadat Komuni tidak ada homili, aplikasi liturgis Kitab Suci dalam kehidupan umat beriman. Tetapi perbedaan antara Misa dan Ibadat Komuni menjadi semakin nyata sementara kita bergerak ke dimensi kurban dan dimensi perjamuan dari Ekaristi.[6]

2.3 Kita Berbagi Santapan
Dalam setiap Ekaristi, setelah kita berkumpul bersama sebagai tubuh Kristus dan berbagai kisah komunitas kita, kita bergerak ke meja perjamuan untuk berbagi santapan dalam komunitas. Berbagi santapan berbeda dari sekedar menyantap makanan. Makan bersama lebih dari sekedar makan. Begitu pula, Ekaristi lebih dari sekedar menyambut Komuni Kudus.[7]

2.3.1 Persiapan Persembahan
 Ungkapan ritual dari persatuan sukacita dengan Tuhan ini adalah inti dari makna kurban Kristen. Persatuan dengan Tuhan yang dulu diperoleh dengan memercikkan darah hewan kurban telah digantikan dengan kurban Kristus. Tujuan kurban telah diperoleh sekali untuk selamanya dengan persatuan sempurna Yesus di salib dengan kehendak Bapa SurgawiNya. Kita mengungkapkan kurban ini dengan persatuan kita dengan Tuhan dan dengan satu sama lain dengan berbagi perjamuan ekaristik.[8]
Dalam Misa, jemaat yang - dengan dipimpin oleh imam - mempersembahkan roti dan anggur dan memanjatkan Doa Syukur Agung, adalah jemaat yang sama yang berbagi roti dan anggur yang “diekaristikan” dalam Komuni Kudus. Sebaliknya, dalam Ibadat Komuni, jemaat yang berbagi Sakramen Tubuh Kristus pada umumnya berbeda dari jemaat yang tadinya mempersembahkan kurban itu. Dalam Misa kurban dan sakramen bersatu erat; dalam Ibadat Komuni, penekanannya adalah pada sakramen (sebagai suatu bentuk santapan). Ini adalah salah satu dari perbedaan terpenting antara kedua ritual tersebut.[9]

2.3.2 Doa Syukur Agung
 Doa Syukur Agung adalah kunci untuk memahami Ekaristi dan dengan demikian kunci untuk memahami perbedaan antara Misa dan Ibadat Komuni. Bentuk Doa Syukur Agung adalah dari berakah. Dalam rumusan doa tradisional Yahudi ini kita 1). Menyapa dan memuliakan Tuhan; 2). Dengan penuh syukur kita mengenangkan segala yang telah Tuhan lakukan bagi kita dan 3). Kita memanjatkan permohonan kita.[10]
Dalam Doa Syukur Agung, pertama-tama kita menyapa dan memuliakan Tuhan, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus. Kedua, kita mengenangkan segala yang telah Allah lakukan demi menyelamatkan kita melalui kelahiran, hidup, wafat dan kebangkitan PutraNya. Ketika, kita memohon karunia Roh Kudus. Roh Kudus memenuhi kodrat manusiawi Yesus hingga hari demi hari Ia mempersembahkan DiriNya kepada Bapa. Sekarang, Roh yang sama ini turun atas persembahan roti dan anggur kita dan mengubahnya menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Dan Roh Kudus yang sama ini turun atas kita sehingga kita yang makan dan minum - yang menyambut Komuni Kudus - menjadi Tubuh Kristus.[11]
Doa Syukur Agung memperbaharui perjanjian. Dalam doa, kita mengenali inisiatif Allah untuk mempersatukan kita dengan DiriNya Sendiri dalam kemenangan Paskah Kristus, dan pada saat yang sama kita mengenali kedosaan kita dengan memohon Roh persatuan dan pendamaian. Bapa senantiasa setia dalam Putra. Kita tidak senantiasa setia, tetapi Roh Kudus mendamaikan ketidaksetiaan kita. Perjanjian diperbaharui! Ketika kita berdoa, “… Sambil mengenangkan wafat dan kebangkitan Kristus, kami mempersembahkan kepada-Mu, ya Bapa, roti kehidupan dan piala keselamatan…” (Doa Syukur Agung II), kita tidak sekedar “mengenangkan” dalam arti “memikirkan”. Ini adalah suatu kenangan liturgis, suatu kenangan yang menghadirkan kasih Yesus yang menyelamatkan. Sebagai contoh, ketika penjahat yang disalibkan bersama Yesus memohon kepada-Nya, “Ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja,” ia tidak meminta Yesus untuk sekedar “memikirkan dia.” Inilah “kenangan yang menghadirkan” - seperti dapat kita lihat dari jawaban Yesus, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Lukas 23:42-43).[12]
Dalam Doa Syukur Agung, ketika kita memohon Tuhan untuk mengingat perjanjian yang dimeteraikan dalam Darah Yesus, kita menjadi hadir dalam perjanjian itu. Kita dengan sukacita dipersatukan kepada Tuhan. Dalam makan dan minum bersama, kita adalah tanda kelihatan dari Perjanjian Baru. Dalam Ibadat Komuni tidak ada Doa Syukur Agung, melainkan hanya Doa Syukur. Doa Syukur ini seringkali adalah doa kepada Kristus mengucap syukur kepada-Nya atas anugerah Ekaristi. Seperti yang telah kita lihat, Doa Syukur Agung jauh lebih dari sekedar doa syukur atas Ekaristi. Doa Syukur Agung adalah doa Kristus (Kepala dan anggota-anggota-Nya) kepada Bapa, dalam persekutuan dengan Roh Kudus, yang memperbaharui perjanjian dan menempatkan kita dalam Komuni (persatuan) kudus dengan Tuhan dan Komuni dengan satu sama lain.[13]

2.3.3 Ritus Komuni
 Komuni merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Doa Syukur Agung (DSA). DSA dan komuni merupakan bagian inti dari liturgi ekaristi. Kata komuni sendiri berasal dari bahasa latin Communio yang diturunkan dari kata kerja latin com-munire yang aslinya menunjuk makna perhatian/kepentingan bersama aatu milik bersama. Gereja pada abad-abad pertamamenggunakan kata communion untuk menunjuk persekutuan Gereja dalam mana seseorang dapat diekskomunikasikan dari komunitas Gereja apabila melakukan pelanggaran berat. Namun, kemudian dengan cukup cepat pula Communio  atau komuni mendapat arti kesatuan atau persatuan dengan Kristus melalui perjamuan ekaristi. Pada praktek Gereja abad-abad pertama, komuni diterimakan langsung sesudah ucapan Amin dari umat pada akhir doxology penutup. Namun, dalam perkembangan kemudian, antara DSA dan penerimaan komuni sendiri disisipi macam-macam doa seperti Bapa Kami, Embolisme, dsb.[14]
Para murid dari Emaus menceritakan “bagaimana mereka mengenal Dia pada waktu Ia memecah-mecahkan roti” (Luk 24:35). Dalam kisah Injil ini fokus kehadiran Ekaristik tidak lebih ditekankan pada roti sebagaimana ditekankan pada berbagi roti. Dalam Doa Syukur Agung, kita memohon Bapa mengutus Roh Kudus atas roti dan anggur untuk mengubah, mentransformasikan, mengkonsekrasikan unsur-unsurnya menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Tetapi, doa tidak berhenti di situ, melainkan berlanjut dengan memohon Bapa mengutus Roh Kudus atas kita agar Komuni Kudus mengubah kita, mentransformasikan kita, mengkonsentrasikan kita menjadi Tubuh Kristus.[15]
Sebagaimana roti dan anggur menjadi Tubuh Kristus, demikian pula kita diubah oleh Ekaristi. Budi dan hati kita, minggu demi minggu, menjadi budi dan hati Kristus. “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Flp 2:5). Tuhan telah memberikan Ekaristi kepada kita bukan sekedar untuk mengubah roti dan anggur, melainkan untuk mengubah hidup kita, membantu kita bertumbuh dalam hadirat Kristus dalam komunitas kita sekarang ini, mengubah komunitas menjadi komunitas yang lebih terbuka, harmonis, adil, penuh belas kasih, damai, menghidupkan dan yang seperti Kristus.[16]
Dalam Ibadat Komuni, memang mungkin bahwa mereka yang menyambut Komuni Kudus lebih terfokus pada menyambut Kristus secara pribadi dalam hati mereka daripada terfokus pada dimensi komunitas dari Ekaristi ini. Berbagi perjamuan Ekaristik jauh lebih dari sekedar sekelompok individu Kristiani menyambut Komuni Kudus. Tentu saja, bahkan dalam Misa, tiap-tiap warga jemaat tidak selalu menyadari dimensi komunitas dari Ekaristi ini.[17]
Pada pokoknya penerimaan komuni merupakan saat kita mengalami kesatuan dan persatuan dengan Tuhan kita Yesus Kristus dalam bentuk tanda-tanda sakramental. Makna kesatuan danpersatuan dengan Kristus itu tidak hanya menurut arti bahwa kita menyambut Tubuh dan Darah Kristus saja, tetapi juga kita berpartisipasi dalam seluruh karya penebusan Kristus yang dikenangkan atau dihadirkan selama DSA. Dengan demikian sebenarnya terdapat dua makna komuni: pertama, kita berpartisipasi atau mengambil bagian dalam karya penyelamatan Allah melalui Yesus Kristus yang dikenangkan atau dihadirkan dalam DSA. Partisipasi itu diungkapkan oleh umat ebriman dengan jawaban Amin pada akhir doxology penutup dari DSA dan dengan penerimaan komuni yang  menjadi tanda sacramental dari peristiwa penebusan Kristus yang dikenangkan dalam DSA itu. Kedua, kita menyambut Tubuh dan  Darah Kristus.[18]

2.4 Kita Diutus
Para murid dari Emaus, meski hati mereka berkobar dalam kasih di hadirat Tuhan, tidak tinggal di rumah di Emaus. Mereka menerima suatu anugerah untuk dibagikan. Mereka bergegas kembali ke Yerusalem untuk memperkuat iman para murid yang lain. Demikian pula dengan Misa: Diperkuat dengan Santapan Ekaristi, kita diutus untuk pergi menguatkan yang lainnya. Roh yang mengutus Yesus untuk menyampaikan kabar baik kepada mereka yang miskin (Lukas 4:16-20) sekarang mengutus kita untuk melakukan hal yang sama. Imam yang, atas nama Gereja, memangggil kita berkumpul bersama, sekarang, atas nama Gereja, mengutus kita untuk pergi. Setelah perjanjian kita dengan Tuhan diperbaharui, sekarang kita pergi dengan dikuatkan untuk menyadari rancangan Allah bagi dunia: menjadi utusan-utusan pendamaian agar segala sesuatu bersatu dalam Kristus.[19]

3. Ekaristi dan Ibadat Komuni
Meski sebagian paroki tampaknya bergerak mudah tanpa kesulitan dari Ekaristi ke Ibadat Komuni sebagai satu-satunya solusi menghadapi kekurangan imam, beberapa teolog dan pemimpin Gereja mengingatkan bahwa ada sesuatu yang penting hilang di sini, teristimewa apabila paroki tidak dapat merayakan Ekaristi pada hari Minggu. Kita telah melihat beberapa perbedaan antara Misa dan Ibadat Komuni. Perbedaannya yang terakhir adalah ini: ketika kita meninggalkan Ekaristi, kita merasakan sukacita, disegarkan dan dikuatkan. Janganlah terkejut apabila kita meninggalkan Ibadat Komuni (teristimewa pada hari Minggu ketika Misa tidak dapat dirayakan di paroki) dengan perasaan gelisah dan tidak puas. Kita merasa tidak nyaman sebab kita merasa bahwa sesuatu terjadi tidak sebagaimana mestinya.[20]

3.1 Prinsip Teologis-Liturgis
            Penerimaan komuni selalu harus dilihat dalam kesatuan dengan perayaan ekaristi. Sebab komuni merupakan bagian tidak terpisahkan dari perayaan ekaristi. Dalam DSA gereja bersama Yesus Kristus, sang Imam Agung mengenangkan karya keselamatan Allah yang memuncak dalam misteri paskah Kristus dan seraya memohon kedatangan Roh Kudus, Gereja mememohon agar persembahan roti dan anggur diterima oleh Bapa bersama dengan persembahan Putra-Nya sehingga menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Dalam komuni partisipasi umat beriman dalam hidup Allah dalam Kristus itu diungkapkan dalam penerimaan dan penyambutanTubuh dan Darah Kristus. Dengan demikian, penerimaan komuni selalu merupakan tanggapan dan ungkapan umat beriman dalammengambil bagian dalam misteri paskah yang dikenangkan dan dihadirkan dalam perayaan ekaristi, khususnya DSA. Dari segi itu, penerimaan komuni di luar perayaan ekaristi tidaklah ideal.[21]

3.2 Prinsip Pastoral atau Pengembangan Umat
            Sudah sejak abad-abad pertama Gereja mengenal praktek mengirim komuni kepada orang-orang sakit atau cacat yang tidak dapat hadir mengikuti perayaan ekaristi. Dalam hal ini tentu saja pertimbangan pastoral yang diperhatikan. Pada umumnya pengiriman komuni bagi orang-orang sakit dilaksanakan sesudah perayaan ekaristi selesai dan sakramen Mahakudus yang dibagikan adalah Tubuh Tuhan yang dikonsakrir dalam misa itu. Seiring dengan munculnya devosi yang meningkat kepada sakramen Mahakudus, maka sejak akhir abad pertengahan dan khususnya sejak abad XVIII praktek penerimaan komuni di luar perayaan ekaristi tersebar luas., dengan akibat yang kurang baik: komuni dilepaskan dari perayaan ekaristi. Sejak abad XX dan terutama Konsili Vatikan II penerimaan komuni kembali selalu dilihat dalam satu kesatuan dengan perayaan ekaristi. Namun, penerimaan komuni di luar misa tetap dimungkinkan dan diperbolehkan sejauh faktor pastoral ini menuntut: misalnya tidak ada imam yang memimpin misa pada hari minggu itu. Penerimaan komuni di luar misa memang bisa dilihat sebagai kerinduan akan perayaan ekaristi. Oleh karena itu, pemimpin liturgi sabda di luar perayaan ekaristi harus senantiasa mengingatkan kesatuan tak terpisahkan antara perayaan ekaristi dan penerimaan komuni di luar misa.[22]


[1] E. Martasudjita, Ekaristi: Tinjauan Teologis, Liturgis dan Pastoral (Yogyakarta: Kanisius, 2005), Hlm. 33.
[2] P. Thomas Richstatter  “Misa dan Ibadat Komuni: Apa Bedanya?” diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya  (Judul asli: Mass and Communion Service: What's the Difference) St. Anthony Messenger Press; www.americancatholic.org.
[3] P. Thomas Richstatter  “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[4] P. Thomas Richstatter  “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[5] Konsili Vatikan II, “Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam” (PO), no. 4, dalam Dokumen Konsili Vatikan II, diterjemahkan oleh R. Hardawiryana (Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan          KWI - Obor, 1993), hlm. 465-467.
[6] P. Thomas Richstatter  “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[7] P. Thomas Richstatter  “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[8] P. Thomas Richstatter  “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[9] P. Thomas Richstatter  “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[10] P. Thomas Richstatter  “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[11] P. Thomas Richstatter  “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[12] P. Thomas Richstatter  “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[13] P. Thomas Richstatter  “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[14] E. Martasudjita, Ekaristi…, hlm. 197.
[15] P. Thomas Richstatter  “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[16] P. Thomas Richstatter  “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[17] P. Thomas Richstatter  “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[18] E. Martasudjita, Ekaristi…, hlm. 198.
[19] P. Thomas Richstatter  “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[20] P. Thomas Richstatter  “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[21] E. Martasudjita, Ekaristi…, hlm. 412.
[22] E. Martasudjita, Ekaristi…, hlm. 412-413.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar