Komuni adalah Ekaristi?
1. Pengantar
Istilah
Komuni Suci dipakai dalam Gereja Anglikan untuk menyebut keseluruhan perayaan
ekaristi. Penerimaan Komuni menjadi inti penekanan dalam peristilahan tersebut.[1]
Pada faktanya pemahaman bahwa tekanan utama dalam ekaristi adalah komuni juga banyak dianut oleh umat beriman. Dalam
pengalaman bersama umat tidak jarang
ditemui bahwa apabila seorang pelayan liturgi membawakan komuni maka umat akan
memahaminya sebagai ekaristi dalam arti keseluruhan. Misa kita frater? Demikian pertanyaan umat yang melihat seorang
frater yang membawakan komuni dalam perayaan sabda ke suatu stasi. Hal tersebut
tentu kurang tepat! Pertanyaan tersebut mengindikasikan adanya pemahaman umat
bahwa ekaristi adalah menerima komuni.
Pemahaman yang kurang tepat tersebut
mempengaruhi juga sikap umat dalam mengikuti ekaristi dewasa ini. Bermain handphone ketika perayaan sabda, pulang
sebelum berkat atau sesudah komuni, bercerita ketika imam berkotbah dan
sejumlah tindakan lain menjadi fenomena yang nyata di kalangan umat dalam
mengikuti ekaristi. Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh pemahaman yang kurang
tepat atas ekaristi. Ekaristi mungkin saja direduksi hanya sebatas komuni. Apa
sebenarnya makna komuni? Bagaimana sebenarnya posisi komuni dalam Tata Perayaan
Ekaristi (TPE)? Samakah komuni dengan ekaristi?
2. Komuni dalam Tata Perayaan Ekaristi
Tata
Perayaan Ekaristi terdiri dari 4 bagian, yakni ritus pembukaan, liturgi sabda,
liturgi ekaristi dan ritus penutup. Keempat bagian ini merupakan satu kesatuan
dengan penekanan masing-masing. Ekaristi
mempunyai keempat struktur yang sama ini: 1) berkumpul, 2) bercerita,
3) berbagi santapan dan 4) pengutusan. Ada tiga gerakan dalam bagian yang
ketiga: 3a) Persiapan Persembahan, 3b) Doa Syukur Agung dan 3c) Ritus Komuni.[2]
2.1 Kita Berkumpul Bersama
Ketika kita berkumpul untuk merayakan
Ekaristi, kita tidak sekedar berkumpul bersama di suatu tempat pada suatu waktu
yang telah ditentukan. Ketika kita berkumpul bersama untuk merayakan Ekaristi,
kita datang atas inisiatif Tuhan. Bapa memanggil umat-Nya berkumpul, dalam Roh
Kudus, untuk membentuk Tubuh Putra. Panggilan Tuhan disuarakan lewat pelayan
tertahbis yang oleh tahbisannya diberi wewenang oleh Gereja untuk berbicara
atas nama Gereja (in persona ecclesiae).
Inilah sebabnya mengapa imam berdoa dalam kata ganti orang pertama jamak,
misalnya “Pada hari Minggu ini kami menghadap Dikau sehati-sejiwa…” sebab imam
berbicara atas nama kita semua. Kita mengakui doa yang dipanjatkan imam sebagai
doa kita sendiri dan menyatakan persetujuan kita dengan “Amin”.[3]
Dalam Ibadat Komuni, ketika kita dipanggil
berkumpul bersama oleh seseorang yang tidak diberi wewenang untuk berbicara
“atas nama Gereja”, kita berkumpul sebagai umat yang sederajat. Ekaristi
menjadikan Gereja menjadi Gereja dengan suatu cara yang tidak dimiliki Ibadat
Komuni. Ini adalah perbedaan yang sangat tak kentara, namun sangat penting.
Mengatakan bahwa Ibadat Komuni adalah sekedar “Misa tanpa imam” dapat
mengabaikan peran penting yang dimainkan jemaat dalam merayakan Ekaristi.[4]
2.2 Kita Menceritakan Kisah Kita
Jika Ibadat Komuni digambarkan sebagai “Misa
tanpa imam”, maka perhatian kita terfokus pada kenyataan bahwa hanya imam yang
mempunyai kuasa “untuk berbicara atas nama Kristus” guna mengkonsekrasikan roti
dan anggur. Sama mengagumkannya dengan hal ini, imamat menyangkut jauh lebih
banyak dari sekedar “kuasa mengkonsekrasikan”. Tugas utama dan terutama dari
seorang imam adalah “mewartakan Injil”.[5]
Pada umumnya, dalam suatu Ibadat Komuni tidak ada homili, aplikasi liturgis
Kitab Suci dalam kehidupan umat beriman. Tetapi perbedaan antara Misa dan
Ibadat Komuni menjadi semakin nyata sementara kita bergerak ke dimensi kurban
dan dimensi perjamuan dari Ekaristi.[6]
2.3 Kita Berbagi Santapan
Dalam setiap Ekaristi, setelah kita berkumpul
bersama sebagai tubuh Kristus dan berbagai kisah komunitas kita, kita bergerak
ke meja perjamuan untuk berbagi santapan dalam komunitas. Berbagi santapan
berbeda dari sekedar menyantap makanan. Makan bersama lebih dari sekedar makan.
Begitu pula, Ekaristi lebih dari sekedar menyambut Komuni Kudus.[7]
2.3.1 Persiapan
Persembahan
Ungkapan
ritual dari persatuan sukacita dengan Tuhan ini adalah inti dari makna kurban
Kristen. Persatuan dengan Tuhan yang dulu diperoleh dengan memercikkan darah
hewan kurban telah digantikan dengan kurban Kristus. Tujuan kurban telah
diperoleh sekali untuk selamanya dengan persatuan sempurna Yesus di salib
dengan kehendak Bapa SurgawiNya. Kita mengungkapkan kurban ini dengan persatuan
kita dengan Tuhan dan dengan satu sama lain dengan berbagi perjamuan ekaristik.[8]
Dalam Misa, jemaat yang - dengan dipimpin oleh
imam - mempersembahkan roti dan anggur dan memanjatkan Doa Syukur Agung, adalah
jemaat yang sama yang berbagi roti dan anggur yang “diekaristikan” dalam Komuni
Kudus. Sebaliknya, dalam Ibadat Komuni, jemaat yang berbagi Sakramen Tubuh
Kristus pada umumnya berbeda dari jemaat yang tadinya mempersembahkan kurban
itu. Dalam Misa kurban dan sakramen bersatu erat; dalam Ibadat Komuni,
penekanannya adalah pada sakramen (sebagai suatu bentuk santapan). Ini adalah
salah satu dari perbedaan terpenting antara kedua ritual tersebut.[9]
2.3.2 Doa
Syukur Agung
Doa
Syukur Agung adalah kunci untuk memahami Ekaristi dan dengan demikian kunci
untuk memahami perbedaan antara Misa dan Ibadat Komuni. Bentuk Doa Syukur Agung
adalah dari berakah. Dalam rumusan doa tradisional Yahudi ini kita 1). Menyapa
dan memuliakan Tuhan; 2). Dengan penuh syukur kita mengenangkan segala yang
telah Tuhan lakukan bagi kita dan 3). Kita memanjatkan permohonan kita.[10]
Dalam Doa Syukur Agung, pertama-tama kita
menyapa dan memuliakan Tuhan, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus. Kedua, kita
mengenangkan segala yang telah Allah lakukan demi menyelamatkan kita melalui
kelahiran, hidup, wafat dan kebangkitan PutraNya. Ketika, kita memohon karunia
Roh Kudus. Roh Kudus memenuhi kodrat manusiawi Yesus hingga hari demi hari Ia
mempersembahkan DiriNya kepada Bapa. Sekarang, Roh yang sama ini turun atas
persembahan roti dan anggur kita dan mengubahnya menjadi Tubuh dan Darah
Kristus. Dan Roh Kudus yang sama ini turun atas kita sehingga kita yang makan
dan minum - yang menyambut Komuni Kudus - menjadi Tubuh Kristus.[11]
Doa Syukur Agung memperbaharui perjanjian.
Dalam doa, kita mengenali inisiatif Allah untuk mempersatukan kita dengan
DiriNya Sendiri dalam kemenangan Paskah Kristus, dan pada saat yang sama kita
mengenali kedosaan kita dengan memohon Roh persatuan dan pendamaian. Bapa
senantiasa setia dalam Putra. Kita tidak senantiasa setia, tetapi Roh Kudus
mendamaikan ketidaksetiaan kita. Perjanjian diperbaharui! Ketika kita berdoa,
“… Sambil mengenangkan wafat dan kebangkitan Kristus, kami mempersembahkan
kepada-Mu, ya Bapa, roti kehidupan dan piala keselamatan…” (Doa Syukur Agung
II), kita tidak sekedar “mengenangkan” dalam arti “memikirkan”. Ini adalah
suatu kenangan liturgis, suatu kenangan yang menghadirkan kasih Yesus yang
menyelamatkan. Sebagai contoh, ketika penjahat yang disalibkan bersama Yesus
memohon kepada-Nya, “Ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja,”
ia tidak meminta Yesus untuk sekedar “memikirkan dia.” Inilah “kenangan yang
menghadirkan” - seperti dapat kita lihat dari jawaban Yesus, “Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di
dalam Firdaus” (Lukas 23:42-43).[12]
Dalam Doa Syukur Agung, ketika kita memohon
Tuhan untuk mengingat perjanjian yang dimeteraikan dalam Darah Yesus, kita
menjadi hadir dalam perjanjian itu. Kita dengan sukacita dipersatukan kepada
Tuhan. Dalam makan dan minum bersama, kita adalah tanda kelihatan dari
Perjanjian Baru. Dalam Ibadat Komuni tidak ada Doa Syukur Agung, melainkan
hanya Doa Syukur. Doa Syukur ini seringkali adalah doa kepada Kristus mengucap
syukur kepada-Nya atas anugerah Ekaristi. Seperti yang telah kita lihat, Doa
Syukur Agung jauh lebih dari sekedar doa syukur atas Ekaristi. Doa Syukur Agung
adalah doa Kristus (Kepala dan anggota-anggota-Nya) kepada Bapa, dalam
persekutuan dengan Roh Kudus, yang memperbaharui perjanjian dan menempatkan
kita dalam Komuni (persatuan) kudus dengan Tuhan dan Komuni dengan satu sama
lain.[13]
2.3.3 Ritus
Komuni
Komuni
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Doa Syukur Agung (DSA). DSA
dan komuni merupakan bagian inti dari liturgi ekaristi. Kata komuni sendiri
berasal dari bahasa latin Communio
yang diturunkan dari kata kerja latin com-munire
yang aslinya menunjuk makna perhatian/kepentingan bersama aatu milik bersama.
Gereja pada abad-abad pertamamenggunakan kata communion untuk menunjuk persekutuan Gereja dalam mana seseorang
dapat diekskomunikasikan dari komunitas Gereja apabila melakukan pelanggaran
berat. Namun, kemudian dengan cukup cepat pula Communio atau komuni
mendapat arti kesatuan atau persatuan dengan Kristus melalui perjamuan
ekaristi. Pada praktek Gereja abad-abad pertama, komuni diterimakan langsung
sesudah ucapan Amin dari umat pada akhir doxology penutup. Namun, dalam
perkembangan kemudian, antara DSA dan penerimaan komuni sendiri disisipi
macam-macam doa seperti Bapa Kami, Embolisme, dsb.[14]
Para murid dari Emaus menceritakan “bagaimana
mereka mengenal Dia pada waktu Ia memecah-mecahkan roti” (Luk 24:35). Dalam kisah Injil ini
fokus kehadiran Ekaristik tidak lebih ditekankan pada roti sebagaimana
ditekankan pada berbagi roti. Dalam Doa Syukur Agung, kita memohon Bapa
mengutus Roh Kudus atas roti dan anggur untuk mengubah, mentransformasikan,
mengkonsekrasikan unsur-unsurnya menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Tetapi, doa
tidak berhenti di situ, melainkan berlanjut dengan memohon Bapa mengutus Roh
Kudus atas kita agar Komuni Kudus mengubah kita, mentransformasikan kita,
mengkonsentrasikan kita menjadi Tubuh Kristus.[15]
Sebagaimana roti dan anggur menjadi Tubuh
Kristus, demikian pula kita diubah oleh Ekaristi. Budi dan hati kita, minggu
demi minggu, menjadi budi dan hati Kristus. “Hendaklah kamu dalam hidupmu
bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Flp 2:5). Tuhan telah memberikan
Ekaristi kepada kita bukan sekedar untuk mengubah roti dan anggur, melainkan
untuk mengubah hidup kita, membantu kita bertumbuh dalam hadirat Kristus dalam
komunitas kita sekarang ini, mengubah komunitas menjadi komunitas yang lebih
terbuka, harmonis, adil, penuh belas kasih, damai, menghidupkan dan yang
seperti Kristus.[16]
Dalam Ibadat Komuni, memang mungkin bahwa
mereka yang menyambut Komuni Kudus lebih terfokus pada menyambut Kristus secara
pribadi dalam hati mereka daripada terfokus pada dimensi komunitas dari
Ekaristi ini. Berbagi perjamuan Ekaristik jauh lebih dari sekedar sekelompok
individu Kristiani menyambut Komuni Kudus. Tentu saja, bahkan dalam Misa,
tiap-tiap warga jemaat tidak selalu menyadari dimensi komunitas dari Ekaristi
ini.[17]
Pada pokoknya penerimaan komuni merupakan
saat kita mengalami kesatuan dan persatuan dengan Tuhan kita Yesus Kristus
dalam bentuk tanda-tanda sakramental. Makna kesatuan danpersatuan dengan
Kristus itu tidak hanya menurut arti bahwa kita menyambut Tubuh dan Darah
Kristus saja, tetapi juga kita berpartisipasi dalam seluruh karya penebusan Kristus
yang dikenangkan atau dihadirkan selama DSA. Dengan demikian sebenarnya
terdapat dua makna komuni: pertama,
kita berpartisipasi atau mengambil bagian dalam karya penyelamatan Allah
melalui Yesus Kristus yang dikenangkan atau dihadirkan dalam DSA. Partisipasi
itu diungkapkan oleh umat ebriman dengan jawaban Amin pada akhir doxology
penutup dari DSA dan dengan penerimaan komuni yang menjadi tanda sacramental dari peristiwa
penebusan Kristus yang dikenangkan dalam DSA itu. Kedua, kita menyambut Tubuh dan
Darah Kristus.[18]
2.4 Kita Diutus
Para murid dari Emaus, meski hati mereka
berkobar dalam kasih di hadirat Tuhan, tidak tinggal di rumah di Emaus. Mereka
menerima suatu anugerah untuk dibagikan. Mereka bergegas kembali ke Yerusalem
untuk memperkuat iman para murid yang lain. Demikian pula dengan Misa:
Diperkuat dengan Santapan Ekaristi, kita diutus untuk pergi menguatkan yang
lainnya. Roh yang mengutus Yesus untuk menyampaikan kabar baik kepada mereka
yang miskin (Lukas 4:16-20) sekarang mengutus kita untuk melakukan hal yang
sama. Imam yang, atas nama Gereja, memangggil kita berkumpul bersama, sekarang,
atas nama Gereja, mengutus kita untuk pergi. Setelah perjanjian kita dengan
Tuhan diperbaharui, sekarang kita pergi dengan dikuatkan untuk menyadari
rancangan Allah bagi dunia: menjadi utusan-utusan pendamaian agar segala
sesuatu bersatu dalam Kristus.[19]
3. Ekaristi dan Ibadat Komuni
Meski sebagian paroki tampaknya bergerak
mudah tanpa kesulitan dari Ekaristi ke Ibadat Komuni sebagai satu-satunya
solusi menghadapi kekurangan imam, beberapa teolog dan pemimpin Gereja
mengingatkan bahwa ada sesuatu yang penting hilang di sini, teristimewa apabila
paroki tidak dapat merayakan Ekaristi pada hari Minggu. Kita telah melihat beberapa perbedaan antara
Misa dan Ibadat Komuni. Perbedaannya yang terakhir adalah ini: ketika kita
meninggalkan Ekaristi, kita merasakan sukacita, disegarkan dan dikuatkan.
Janganlah terkejut apabila kita meninggalkan Ibadat Komuni (teristimewa pada
hari Minggu ketika Misa tidak dapat dirayakan di paroki) dengan perasaan
gelisah dan tidak puas. Kita merasa tidak nyaman sebab kita merasa bahwa
sesuatu terjadi tidak sebagaimana mestinya.[20]
3.1 Prinsip Teologis-Liturgis
Penerimaan
komuni selalu harus dilihat dalam kesatuan dengan perayaan ekaristi. Sebab
komuni merupakan bagian tidak terpisahkan dari perayaan ekaristi. Dalam DSA
gereja bersama Yesus Kristus, sang Imam Agung mengenangkan karya keselamatan
Allah yang memuncak dalam misteri paskah Kristus dan seraya memohon kedatangan
Roh Kudus, Gereja mememohon agar persembahan roti dan anggur diterima oleh Bapa
bersama dengan persembahan Putra-Nya sehingga menjadi Tubuh dan Darah Kristus.
Dalam komuni partisipasi umat beriman dalam hidup Allah dalam Kristus itu
diungkapkan dalam penerimaan dan penyambutanTubuh dan Darah Kristus. Dengan
demikian, penerimaan komuni selalu merupakan tanggapan dan ungkapan umat
beriman dalammengambil bagian dalam misteri paskah yang dikenangkan dan
dihadirkan dalam perayaan ekaristi, khususnya DSA. Dari segi itu, penerimaan
komuni di luar perayaan ekaristi tidaklah ideal.[21]
3.2 Prinsip Pastoral atau Pengembangan Umat
Sudah
sejak abad-abad pertama Gereja mengenal praktek mengirim komuni kepada
orang-orang sakit atau cacat yang tidak dapat hadir mengikuti perayaan
ekaristi. Dalam hal ini tentu saja pertimbangan pastoral yang diperhatikan.
Pada umumnya pengiriman komuni bagi orang-orang sakit dilaksanakan sesudah
perayaan ekaristi selesai dan sakramen Mahakudus yang dibagikan adalah Tubuh
Tuhan yang dikonsakrir dalam misa itu. Seiring dengan munculnya devosi yang
meningkat kepada sakramen Mahakudus, maka sejak akhir abad pertengahan dan
khususnya sejak abad XVIII praktek penerimaan komuni di luar perayaan ekaristi
tersebar luas., dengan akibat yang kurang baik: komuni dilepaskan dari perayaan
ekaristi. Sejak abad XX dan terutama Konsili Vatikan II penerimaan komuni
kembali selalu dilihat dalam satu kesatuan dengan perayaan ekaristi. Namun,
penerimaan komuni di luar misa tetap dimungkinkan dan diperbolehkan sejauh
faktor pastoral ini menuntut: misalnya tidak ada imam yang memimpin misa pada
hari minggu itu. Penerimaan komuni di luar misa memang bisa dilihat sebagai
kerinduan akan perayaan ekaristi. Oleh karena itu, pemimpin liturgi sabda di
luar perayaan ekaristi harus senantiasa mengingatkan kesatuan tak terpisahkan
antara perayaan ekaristi dan penerimaan komuni di luar misa.[22]
[1] E.
Martasudjita, Ekaristi: Tinjauan
Teologis, Liturgis dan Pastoral (Yogyakarta: Kanisius, 2005), Hlm. 33.
[2] P. Thomas
Richstatter “Misa dan Ibadat Komuni: Apa
Bedanya?” diterjemahkan
oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya (Judul asli: Mass and Communion Service: What's the Difference) St. Anthony Messenger Press; www.americancatholic.org.
[3] P. Thomas
Richstatter “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[4] P. Thomas
Richstatter “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[5]
Konsili Vatikan II, “Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam” (PO),
no. 4, dalam Dokumen Konsili Vatikan II,
diterjemahkan oleh R. Hardawiryana (Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI - Obor, 1993), hlm. 465-467.
[6] P. Thomas
Richstatter “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[7] P. Thomas
Richstatter “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[8] P. Thomas
Richstatter “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[9] P. Thomas
Richstatter “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[10] P. Thomas
Richstatter “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[11] P. Thomas
Richstatter “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[12] P. Thomas Richstatter “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[13] P. Thomas
Richstatter “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[14]
E. Martasudjita, Ekaristi…, hlm. 197.
[15] P. Thomas
Richstatter “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[16] P. Thomas
Richstatter “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[17] P. Thomas
Richstatter “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[18]
E. Martasudjita, Ekaristi…, hlm. 198.
[19] P. Thomas
Richstatter “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[20] P. Thomas
Richstatter “Misa dan Ibadat Komuni… YESAYA: www.indocell.net/yesaya.
[21]
E. Martasudjita, Ekaristi…, hlm. 412.
[22]
E. Martasudjita, Ekaristi…, hlm.
412-413.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar