1. Pengantar
Manusia
merupakan mahluk yang bermartabat. Martabat hidup manusia bersumber dari dalam
dirinya yang merupakan citra Allah. Allah menciptakan manusia menurut gambar
dan rupa-Nya (bdk. Kej 1:26-27). Konsekuensi logis dari hal tersebut adalah Allah
menjadi Tuan atas kehidupan manusia karena hanya Dialah yang mematikan dan
Dialah yang menghidupkan.
Hukuman mati merupakan topik yang
banyak diperdebatkan dalam dunia saat ini. Perdebatan muncul karena adanya
kontroversi seputar hak negara atas hidup seseorang. Di satu sisi, banyak yang
mendukung hukuman mati dan di sisi lain tidak sedikit juga yang menolak.
Argumen mendasar dari mereka yang menerima hukuman mati adalah demi kebaikan
bersama dalam hidup berbangsa dan bernegara. Mereka yang menolak hukuman mati
berpendapat bahwa hukuman mati adalah tindakan tidak berperikemanusiaan karena
telah menghilangkan nyawa manusia. Apa sebenarnya hukuman mati? Bagaimana sikap
Gereja?
2. Panorama Umum Seputar Hukuman Mati
2.1 Pengertian Hukuman Mati
Istilah
hukuman mati berasal dari 2 suku kata, hukum dan mati. Hukum berarti
peraturan yang dibuat oleh satu kekuasaan
atau adat yang berlaku dalam suatu masyarakat. Di sini arti hukuman seba
gai sanksi yang diberikan kepada seseorang
yang melanggar aturan. M
ati
berarti kehilangan nyawa. Dengan demikian hukuman mati dapat diartikan sebagai
sanksi mati yang diputuskan oleh pengadilan resmi negara karena kejahatan yang
dilakukan oleh terpidana.
2.2 Tindakan Kejahatan yang Diancam Hukuman Mati
Berdasar pada defenisi di atas
dapat dikatakan bahwa hukuman mati mengandaikan adanya suatu otoritas negara
karena adanya suatu aturan yang dilanggar atau tindak kejahatan. Beberapa
tindakan kejahatan yang kerap diancam dengan hukuman mati adalah tindakan
subversi, pembunuhan berencana, kejahatan narkotika dan pembajakan. Dalam
sejarah telah banyak orang yang dihukum mati karena beberapa alasan tersebut.
2.2.1 Subversi
Subversi adalah
bentuk kejahatan yang merongrong kestabilan jalannya pemerintahan yang sah
dalam suatu negara. Kejahatan ini dianggap sebagai bentuk tindakan yang layak
mendapat hukuman berat termasuk hukuman mati. Di Indonesia, kejahatan ini di
atur dalam KUHP (Kitab Undang Hukum Pidana) pasal 104, 111 ayat 2, 124 ayat 1
dan 140 ayat 3.
2.2.2 Pembunuhan Berencana
Pembunuhan
berencana merupakan tindakan melenyapkan nyawa orang lain dengan sengaja,
dengan cara yang telah direncanakan sebelumnya. Tindak kejahatan ini pada
umumnya tergolong kejahatan berat. Di Indonesia, kejahatan pembunuhan berencana
diancam dengan hukuman mati seturut KUHP pasal 140 ayat 3 dan pasal 340.
2.2.3 Kejahatan Narkotika
Kejahatan
narkotika merupakan kejahatan yang langsung berhubungan dengan pengguna,
pengekspor, pengimpor, penerima dan penawar. Narkotika pada dasarnya berguna
bagi kehidupan manusia terutama untuk dunia medis, hanya saja penyalahgunaan
narkotika tersebut akan sangat merugikan kehidupan manusia. Di Indonesia,
kejahatan narkotika diatur dalam KUHP no 9 Pasal 36 b tahun 1976.
2.2.4 Pembajakan
Kejahatan pembajakan adalah pembajakan dalam
penerbangan dan pelayaran yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Kejahatan
pembajakan dalam penerbangan diatur dalam KUHP no 4 tahun 1976 pasal 476 ayat
2, sedangkan tentang pelayaran diatur dalam KUHP pasal 444. pasal-pasal ini
mengancam hukuman mati bagi yang melakukan pembajakan dalam penerbangan maupun
dalam pelayaran. Pasal ini mengancam pelaku baik individu maupun kelompok
dengan hukuman mati bila membajak dan mengakibatkan kerusakan pesawat terbang
dan menimbulkan meninggalnya orang dalam pesawat yang sedang mengudara.
2.2 Beberapa Bentuk Hukuman Mati
Praktek hukuman mati
dilaksanakan dengan berbagai cara. Ada yang dalam bentuk ditembak mati,
digantung, dirajam, dikursi-listrikkan bahkan ada yang disalibkan.
Bentuk-bentuk hukuman mati tersebut pada dasarnya bertujuan agar seorang
terpidana tersebut dapat mati dengan segera tanpa harus menderita lama.
2.2.1 Tembak Mati
Eksekusi hukuman mati melalui bentuk
ini biasanya dilaksanakan secara rahasia. Tempat dan waktu eksekusi tidak disampaikan
kepada publik. Eksekusi dilaksanakan oleh sekelompok regu tembak yang telah
dipersiapkan oleh Kepolisian Negara seturut jumlah terdakwa. Sasaran tembak
adalah jantung, namun apabila hasil otopsi menunjukkan terdakwa ternyata belum
mati pemimpin eksekusi akan menembak terdakwa pada bagian atas telinga (otak).
2.2.2 Hukum Gantung
Bentuk
hukuman mati ini dilaksanakan dalam suatu ruangan khusus. Terdakwa mengakhiri
hidupnya pada seutas tali yan gdiikatkan pada tiang gantungan. Adapun di bawah
tiang gantungan tersebut terdapat ruangan kosong. Saat penghukuman akan
dilakukan, si terdakwa dieprintahkan untuk memasuki ruangan kosong tersebut dan
seorang hakim membacakan putusan secara lengkap. Terdakwa kemudian menghadap
tiang gantungan. Sebuah tudung hitam akan dikenakan pada kepalanya, tangannya
diikat ke belakang dan seutas tali dipasang pada lehernya. Ketika tiba
waktunya, seorang eksekutor akan membuka pintu ruangan kosong tepat di bawah
kaki terdakwa sehingga terdakwa akan tergantung. Setelah beberapa saat seorang
dokter akan memastikan kematiannya.
2.2.3 Mati Disuntik
Hukuman
mati dengan penyuntikan berlangsung dengan menggunakan cairan kimia. Terdapat 3
jenis cairan kimia yang biasanya digunakan.
Thiopenthal-natrium
yang bertujuan membuat terdakwa tertidur pulas; selanjutnya dialirkan
pancuroniumbromide yang berfungsi untuk
melumpuhkan otot dan pernafasan dan yang ketiga disuntikkan cairan beracun
dengan sasarannya tepat pada pembuluh
vena korban.
2.2.4 Mati Dirajam
Kata
Rajam mempunyai dua arti. Pertama,
penghukuman dengna lemparan batu bagi mereka yang kedapatan berzinah. Kedua,
penghukuman dengan lemparan batu bagi pelanggar hukum. Secara implisit hukuman
rajam berarti tindakan penyiksaan terhadap fisik seseorang yang secara perlahan
mengakibatkan kematian.
3. Dukungan dan Penolakan Hukuman Mati
Pelaksanaan hukuman mati memang
mengundang kontroversi. Ada yang mendukung dan ada yang menolak.
Argumen-argumen yang dikemukakan baik oleh mereka yang mendukung maupun yang
menolak keduanya dapat dieprtanggungjawabkan dan masuk akal.
3.1 Dukungan atas Hukuman Mati
3.1.1 Demi Hak Hidup Orang Banyak
Hak
hidup merupakan hak hakiki dari setiap manusia. Hak ini hendaknya harus selalu
dihormati karena hak tersebut merupakan anugerah Allah. Setiap manusia dengan
begitu seharusnya juga mengakui dan menghormati hak hidup orang lain. Setiap
manusia dengan demikian dipanggil untuk melawan segala bentuk usaha yang
mengancam hak atas hidup tersebut terlebih yang berhubungan dengan orang
banyak. Serang penjahat tentu lebih baik mati agar hak hidup orang banyak tidak
terancam oleh tindak kejahatannya.
3.1.2 Wewenang Negara atas Hukuman Mati
Hukum
dibuat demi ketertiban dan kesejahteraan bersama. Setiap warga negara wajib
patuh-taat berdasarkan hati nuraninya terhadap perundang-undangan yang berlaku.
Jika terdapat warga negara yang tidak mengindahkan hukum yang telah ditetapkan
maka negara berhak dan berkewajiban memberikan sanksi termasuk hukuman mati.
3.1.3 Silih atas Kejahatan
Gagasan silih untuk memperbaiki tata nilai
yang telah dilanggar berdasar pada pemikiran bahwa hak hidup manusia di dunia
berasal dari Tuhan. Jika seseorang oleh kejahatannya menyebabkan hidup orang
lain terancam atau hilang, hak hidupnyapun boleh dilanggar. Secara implisit
pandangan ini memiliki unsur balas dendam. Patut disayangkan bahwa tindak
kejahatan masih saja terjadi. Sebagai silih atas tindak kejahatan, hukuman mati
layak untuk dilaksanakan. Silih
diartikan sebagai upaya memulihkan tatanan masyarakat yang telah terganggu.
3.1.4 Hukuman Seumur Hidup Belum Tentu Lebih Ringan
B. Bawazir mendukung hukuman mati dengan
mengatakan bahwa penjara seumur hidup itu lebih kejam daripada hukuman mati.
Baginya, penderitaan seumur hidup lebih berat daripada dia yang menderita
sekecap mata dan lewat. Sementara itu, Hartawi A.M mendukung hukuman mati
diberlakukan di Indonesia dengan mengatakan hukuman mati sebagai “Social Defence.” Spesifiknya, hukuman
mati merupakan pertahanan sosial demi terhindarnya masyarakat dari ancaman
kehidupannya sendiri. Hukuman mati merupakan senjata ampuh berhadapan dengan
berbagai kejahatan yang menimpah masya
rakat.
Seseorang yang akan dihukum mati mengalami
konflik berat dalam dirinya hanya ketika ia akan menjalani hukuman. Sedangkan
orang yang menjalani hukuman penjara seumur hidup akan mengalami konflik dalam
dirinya juga seumur hidup. Oleh karena itu, hukuman mati masih dibutuhkan.
3.1.5 Demi Penegakan Hukum
Tugas
pemerintah adalah menegakkan kesejahteraan bersama dengan membuat aturan-aturan
yang harus ditaati oleh semua warganya agar ketertiban umum dapat tercapai.
Tindakan yang mengganggu kesejahteraan bersama harus dikenai sanksi termasuk
hukuman mati. Pemberian sanksi menjadi salah satu usaha penegakan hukum itu
sendiri.
3.1.6 Contoh dan Tindakan Preventif
Hukuman mati juga dapat digunakan menjadi cautu
contoh sekaligus tindakan preventif dalam memerangi tindak kejahatan. Kehadiran
hukuman mati menjadi suatu peringatan bagi masyarakat agar tidak melakukan
kejahatan. Selain itu masyarakat yang mungkin berniat melakukan kejahatan
dengan adanya hukuman mati dapat meyadari tindakannya sebelum akhirnya ia harus
mati.
3.2 Penolakan atas Hukuman Mati
3.2.1 Penjahat Kehilangan Hak atas Hidupnya
Kehidupan
berasal dari Allah dan bukan dari manusia. Setiap manusia berhak untuk hidup
meski ia adalah seorang penjahat. Hukuman mati yang diberlakukan oleh negara bagi penjahat
tertentu dengan demikian tidak tepat. Hidup berasal dari Allah dan bukan dari
negara. Kekuasaan negara membuat seorang penjahat kehilangan hak atas hidupnya.
Negara dengan demikian tidak menghormati hak hidup warganya, terlebih merasa
berhak atas kehidupan manusia.
3.2.2 Mencari Alternatif Lain dari Hukuman
hak hidup merupakan anugerah dari
Tuhan. Manusia tidak berhak untuk mengambil nyawa orang lain sekalipun orang
itu adalah penjahat. Banyak ahli bergelut dalam bidang hukuman mati. Mereka
berpendapat bahwa hukuman mati bukanlah cara yang tepat untuk menindaklanjuti
kejahatan.
Perkembangan zaman yang
pesat di berbagai bidang mendorong manusia untuk mencari cara melindungi
dirinya dan kepentingan umum dari ancaman kejahatan dengan baik. Di sisi lain,
kita harus mengakui bahwa penjahat juga menggunakan kemajuan zaman untuk
mengganggu kepentingan umum. Akan tetapi hal tersebut bukanlah menjadi sebab
penerapan hukuman mati. Hukuman mati bukan satu-satunya cara yang dapat
digunakan untuk melindungi manusia dari kejahatan.
3.2.3 Tindakan Balas Dendam
Hukuman
mati pada dasarnya tidak ada bedanya dengan tindakan balas dendam yang
dibahasakan dengan lebih positif yakni sebagai silih. Silih yang dimaksud
adalah suatu tindakan untuk memperbaiki tata nilai yang dilanggar sebagai
bentuk pertobatan untuk Tuhan. Hukuman mati hanya merupakan luapan emosi yang
tidak berperikemanusiaan.
3.2.4 Gagasan Rekonsiliasi
Kesempatan untuk berubah merupakan
idedi balik rekonsiliasi. Maksud dari gagasan rekonsiliasi adalah membina
terpidana agar bertobat dan menjadi masyarakat yang baik. Gagasan ini muncul
karena adanya suatu kesadaran masyarakat bahwa tindak kejahatan tidak timbul
karena manusia ingin berbuat jahat. Terdapat banyak hal yang membuat seseorang
menjadi jahat, misalnya tontonan-tontonan di TV yang memperlihatkan sejumlah
model kejahatan mempengaruhi seeorang untuk berbuat dan mempraktekkan hal
serupa.
3.2.5 Kemungkinan Kekeliruan dan
Ketidakadilan
Para penentang hukuman mati melihat
adanya kemungkinan kekeliruan dan ketidakadilan yang dilakukan oleh pengadilan
dalam mengeluarkan keputusan. Keputusan memang bisa diubah hanya saja apabila
keputusan telah dilaksanakan dan seseorang telah mati karena keputusan tersebut
padahal ternyata ada kekeliruan maka tidak ada seorang pun yang mampu
mengembalikan kehidupan yang telah terlanjur dicabut tersebut. Sebagai
antisipasi atas kekeliruan dan ketidakadilan maka hukuman mati tentulah tidak
perlu dilakukan!
3.2.6 Kepekaan terhadap Nilai Hidup Manusia
Manusia adalah mahluk paling sempurna di
anatara ciptaan lain. Kehidupan manusia sendiri adalah suatu anugrah dari Tuhan
yang begitu luhur dan tidak tergantikan oleh apa pun. Keluhuran hidup manusia
menjadi argumen atas penolakan hukuman
mati. Kematian seseorang memang akan terjadi akan tetapi yang menjadi persoalan
adalah dengan cara bagaimana ia mati? Hukuman
mati tentulah bukan bentuk penghargaan terhadap keluhuran hidup manusia dan
karenanya harus dihapuskan.
4. Gereja dan Hukuman Mati
Pandangan
atas hukuman mati di dalam Gereja mengalami perkembangan dari masa ke masa.
Gereja pernah membenarkan hukuman mati atas tindak-tindak kejahatan dengan
berdasar pada pandangan Negara sebagai perpanjangan tangan Tuhan. Negara berhak
menjatuhkan hukuman mati demi kepentingan banyak orang, kesejahteraan dan
keamanan masyarakatnya.
Di dalam Kitab Suci sendiri memang
tidak terdapat persetujuan ataupun penoolakan atas hukuman mati. Perjanjian
Lama justru member indikasi suatu persetujuan atas hukuman mati dengan prinsip
balas dendam. Dalam Perjanjian Baru indikasi pembenaran hukuman mati kehilangan
gemanya dengan warta hukum cinta kasih dari Yesus.
Walaupun ajaran Yesus jelas-jelas menolak setiap bentuk kekerasan terhadap
hidup manusia, tradisi Gereja malah pernah mendukung dan membenarkan
pelaksanaan hukuman mati dengan sejumlah justifikasi yang ditemukan dalam kitab
suci, misalnya dalam Roma,13:1-7; yoh.19:11; IPtr 2:3. Rm.13:1-7 umumnya
menjadi dasar justifikasi Gereja pada masa lalu terhadap praktek hukuman mati.
Artinya hukmuan mati dibenarkan asal dijalankan oleh otoritas publik atau
negara yang dilihat sebagai representasi kuasa Allah atas manusia. Menjalankan hukuman mati dilihat sebagai
bagian dari tugas, wewenang serta tanggungjawab negara demi menjamin kesejahteraan umum yang berarti
menjamin keamanan dan perlindungan hidup para warganya. Ketika jaminan dan
perlindungan hidup itu terancam, maka negara dengan kekuatan dan otoritasnya
dapat mengambil tindakan tegas, termasuk mempraktekan hukuman mati.
4.1 Sikap Gereja atas Hukuman Mati
Pada
dasarnya Gereja dengan tegas menolak hukuman mati. Sikap Gereja bertolak pada
pandangan atas kekudusan hidup dan keluhuran martabat manusia.
Paus Pius XII mengungkapkan penolakannya atas praktek hukuman mati. Selama
manusia tidak bersalah, hidupnya tidak boleh diganggu gugat. Hanya Allah
penguasa atas hidup! Negara tidak berhak menguasai hak hidup seseorang.
Pematian harus dihindari apabila tujuan hukuman dapat dicapai dengan cara tidak
berdarah.
Penolakan Gereja
terhadap hukuman mati juga diungkapkan oleh Paus Yohanes Paulus II di dalam
ensikliknya
Evangelium Vitae (EV)
. Paus Yohanes Paulus II menegaskan
bahwa nilai kehidupan manusia tidak dapat diganggu-gugat. Kekudusan hidup
manusia menjadi landasan bagi setiap penghilangan nyawa manusia, termasuk
hukuman mati (bdk. EV 56). Paus Yohanes Paulus II menghimbau agar hukuman mati
diubah menjadi hukuman yang lebih ringan yang dapat member waktu dan ajakan
untuk pembaruan bagi orang yang bersalah.
Patut diperhatikan bahwa Bapa Suci telah
senantiasa memohon dengan sangat demi keringanan hukuman mati. Walau demikian,
beliau tidak mengutuk hak negara untuk menjalankan otoritasnya dalam mengeksekusi
seorang penjahat besar, melainkan mempertanyakan apakah negara pernah secara
mutlak harus melaksanakan otoritas yang demikian dalam situasi sekarang ini.
Masyarakat mempunyai sarana untuk melindungi diri tanpa
harus menggunakan hukuman yang kejam dan tidak perlu. Penghapusan hukuman mati
akan menjadi peneguhan yang berani atas kepercayaan bahwa umat manusia dapat
ebrhasil menanggulangi kejahatan. Penghapusan hukuman mati akan membangkitkan
harapan baru akan nilai kemanusiaan yang tiada taranya.
Dalam
masyarakat dewasa ini hukuman mati tidak dapat dibenarkan dalam situasi apa
pun. Negara jangan melaksanakan kekuasaannya atas hak hidup manusia bil efek
yang buruk melebihi efek baik. Pada prinsipnya hukuman mati lebih banyak
mendatangkan dampak yang merugikan daripada menguntungkan. Hukuman mati sudah
saatnya untuk dihapuskan.
4.2 Penilaian Moral Katolik
Avery Dulles meringkas ajaran Gereja
berkaitan dengan hukuman mati dalam bentuk sepuluh tesis berikut.
- Tujuan hukuman di pengadilan sipil ialah empat hal: rehabilitasi
penjahat, perlindungan masyarakat terhadap kejahatan, pencegahan penjahat
potensial lain, dan keadilan retributif.
- Pembalasan yang adil yang berusaha menegakkan tatanan yang adil dari
segala sesuatu, tak boleh dicampuradukkan dengan balas dendam yang patut
ditegur.
- Hukuman boleh
dan harus diberikan dengan hormat dan kasih terhadap orang yang dihukum
- Penjahat
dapat patut mati. Menurut kisah Kitab Suci, Allah kadang-kadang memberikan
hukuman mati sendiri dan kadang-kadang menugaskan orang lian
melaksanakannya.
- Orang
perorangan dan kelompok privat tak boleh atas kuasa sendiri mendatangkan
kematian sebagai hukuman.
- Negara
mempunyai hak, pada prinsipnya, untuk memberikan hukuman mati dalam
kasus-kasus di mana tiada keraguan tentang beratnya pelanggaran dan
kesalahan orang tertuduh.
- Hukuman mati
jangan dijatuhkan bila tujuan hukuman dapat sama-sama atau lebih baik
dicapai dengan sarana lain yang tak berdarah, seperti pemenjaraan.
- Hukuman mati
tak sepatutnya, bila ada efek negatif yang serius untuk masyarakat,
seperti kesalahan pengadilan, meningkatnya rasa balas dendam, atau
kekurangan hormat terhadap nilai hidup manusia tak bersalah.
- Orang yang
secara khusus mewakili Gereja, seperti klerus dan kaum religius, mengingat
panggilan khususnya, hendaknya tidak memaklumkan atau melaksanakan hukuman
mati.
- Orang
Katolik, dalam usaha membentuk pandangan apakah hukuman mati harus
didukung sebagai kebijaksanaan umum, atau dalam situasi tertentu,
hendaknya memperhatikan bimbingan Paus dan para Uskup. Ajaran Katolik yang
lazim harus dipahami, seperti saya berusaha memahaminya, dalam
kesinambungan dengan Kitab Suci dan Tradisi.